Halaman

Ads 468x60px

Jumat, 23 November 2012

Jalur Rudal: Iran – Suriah – Hizbullah – Gaza


Perang yang dilancarkan Israel terhada Gaza dan pasukan perlawanannya sangat brutal pada tataran militer dan intelijen, tetapi Israel belum sepenuhnya berhasil menutup jalur pasokan senjata ke Jalur Gaza. Kelompok perlawanan Palestina bahkan telah menerima rudal jarak jauh dalam jumlah lumayan besar dari Hizbullah dalam beberapa hari terakhir.

Arus senjata ke Jalur Gaza, menurut sumber-sumber yang akrab dengan logistik perlawanan Palestina, tetap mengalir meskipun serangan Israel sedang berlangsung dan peran Suriah yang dilemahkan sebagai saluran untuk senjata.

Ketika konflik memasuki hari keenam, Hizbullah dan unit khusus Garda Revolusioner Iran yang menangani penyelundupan senjata dari Suriah, Lebanon, Iran, Sudan, dan negara-negara lain ke Jalur Gaza berada pada status siaga tinggi.

Senjata biasanya memulai perjalanan dari pelabuhan Iran atau Suriah. Dari sana, senjata menuju Sudan, dimana kemudian diangkut ke Sinai di Mesir dan berakhir di Gaza. Namun unit tersebut juga memiliki rute lain yang dapat mereka gunakan untuk mencapai Gaza.

Sumber mengatakan jalur komunikasi antara perlawanan di Lebanon dan berbagai kelompok di Gaza, khususnya Hamas, tetap terbuka dan aktif.

Faksi-faksi perlawanan saat ini tengah menghitung kerusakan pada persediaan persenjataan yang Israel klaim telah dihancurkan dalam serangan setelah pembunuhan kepala militer Hamas Ahmad al-Jaabari.

Tapi tampaknya kelompok perlawanan Palestina belajar dari pengalaman mereka pada agresi 2008 terhadap Gaza dan perang 2006 di Libanon. Sebab, terbukti sejumlah besar persediaan senjata ‘strategis’ berhasil diamankan.

Sumber itu mengatakan kepada Al-Akhbar bahwa fokusnya sekarang adalah mengangkut rudal jarak jauh dalam jumlah. Dan tampaknya sejumlah besar rudal tersebut telah berhasil mencapai Jalur Gaza sejak awal serangan Israel.

Akhir-akhir ini, pasokan senjata ke Jalur Gaza mengalami kemunduran besar setelah Suriah dinetralisasi. Sebab, negara itu adalah saluran utama bagi faksi-faksi perlawanan untuk mempersenjatai diri setelah Intifada Kedua. Namun, Iran dan Hizbullah berhasil mempertahankan jalur pasokan tetap terbuka meskipun terjadi sejumlah komplikasi.

Strategi untuk menyelundukan senjata ke Wilayah Pendudukan Palestina telah berevolusi dari waktu ke waktu. Perkembangan paling menonjol terjadi pada 1990-an ketika Hizbullah memutuskan untuk membuat unit khusus bagi operasi ini.

Pada saat itu, persenjataan hanya bisa mencapai Gaza secara sporadis dan dalam jumlah kecil, karena keamanan yang ketat di Yordania dan Mesir. Bahkan mengirim mortar kaliber kecil pun ke Jalur Gaza sudah dianggap sebuah prestasi.

Hizbullah mampu meningkatkan aliran pasokan senjata, tetapi militer Israel segera menyadari pola penyelundupan yang baru dan berhasil membunuh banyak figur yang terlibat di dalamnya, termasuk Ali Dib (AKA Abu Hassan Salameh), Ahmad Jibril (AKA Abu Jihad ), Ali Saleh, Ghaleb Awali, dan Mohammad Suleiman, seorang jenderal AD Suriah . Anggota Hamas juga menjadi sasaran Israel di dalam wilayah Suriah, yang menjadi rumah bagi markas Hamas sebelum faksi Palestina itu keluar dari sana dan memilih Qatar sebagai basis.

Pembunuhan terakhir yang sukses dilakukan Israel terhadap anggota Hamas yang beroperasi dalam transfer senjata terjadi pada 2010, saat Mahmoud al-Mabhouh dibunuh oleh intelijen Israel di sebuah hotel berbintang lima di Dubai.

Bahkan pembunuhan komandan Hizbullah Imad Mughniyeh di Damaskus pada 2008 dapat dikatakan, sebagiannya, sebagai bagian dari upaya Israel merusak jaringan aliran senjata kelompok perlawanan ke Wilayah Pendudukan Palestina.

Setelah penarikan Israel dari Jalur Gaza pada 2005, faksi-faksi perlawanan mulai meningkatkan persediaan senjata mereka. Kesulitan terbesar yang dihadapi adalah rezim Mesir dan Yordania rezim, yang mengendalikan perbatasan dengan Palestina.

Jadi, saluran komunikasi yang menghubungkan wakil Pengawal Revolusi Iran, tentara Suriah, Hizbullah, dan Hamas dibentuk dalam rangka mengkoordinasikan pasokan senjata. Saluran tambahan mencakup faksi perlawanan Palestina lainnya, seperti Jihad Islam, Front Rakyat untuk Pembebasan Palestina (PFLP), dan beberapa anggota Martir al-Aqsa dan Brigade Salaheddine, serta Komando Umum PFLP.

Sejak 2005, unit transfer senjata telah berhasil mengirimkan berbagai jenis senjata ringan dan sedang, mortar, rudal jarak menengah dan jauh, serta beberapa jenis amunisi dan bahan-bahan yang dapat digunakan untuk memproduksi roket dan bom.

Mereka juga berhasil membawa ratusan pejuang dari Gaza ke Suriah dan Iran untuk dilatih taktik militer dan penggunaan peralatan khusus seperti senjata anti-tank dan anti-pesawat. [Islam Times/Beritaprotes]

0 komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...